Rabu, 03 Maret 2010

Sistem Pendidikan Saat Ini Kurang Bermakna Bagi Pembangunan

Kapanlagi.com - Sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang terkesan apa adanya akan menjadi beban dan masalah bagi bangsa pada masa mendatang karena kurang memberi makna bagi pembangunan bangsa.

"Saat ini kita membutuhkan pendidikan yang merata dan bermutu bukan bertujuan untuk melatih anak agar dapat mengikuti perlombaan dalam olimpiade ilmu-ilmu murni. Tetapi, untuk memungkinkan seluruh putra bangsa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya," kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Soedijarto pada diskusi pendidikan pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji UU No 13/2006 tentang APBN di Jakarta.


Guru besar ilmu pendidikan pada Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengatakan ada sejumlah orang yang menyebutkan prestasi internasional anak-anak Indonesia dalam olimpiade ilmu-ilmu murni membuktikan anggaran pendidikan bukan penentunya.


"Kita pun bangga, tapi setelah tahu mereka benar-benar disiapkan, bahkan dikarantina menjadi pertanyaan apakah program seperti itu secara kependidikan dapat dibenarkan," ujarnya.


Anggota Forum Konstitusi ini menyebutkan negara penghasil Nobel seperti Amerika Serikat dan Jerman tidak pernah mengikutsertakan para siswanya dalam olimpiade seperti itu.


Akan tetapi, di sekolah mereka merdeka dalam belajar, membaca, meneliti, berkreasi, bahkan, bereksprimen sesuai minat, kepandaian, dan bakatnya dengan fasilitas yang memadai. Einstein, fisikawan jenius dan pemenang hadiah Nobel bahkan sempat tidak lulus Gymnasium.


"Saat ini yang dibutuhkan bagi peningkatan mutu pendidikan naasional adalah ketersediaan dana yang memadai," katanya.


Karena itu, konvensi internasional menyebutkan agar pendidikan dapat bermakna bagi pembangunan bangsa diperlukan dana sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD, ujarnya.


Ia menyatakan, banyak negara sudah melampauinya, seperti Belanda pada 1996 anggaran pendidikannya mencapai 37% dari APBN dan Thailand pada 2001 anggaran pendidikannya mencapai 30% dari APBN.


"Anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD itu memang benar-benar diperlukan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional yang merata dan bermutu," katanya.


Dia mencontohkan, di Korsel 20 tahun pertama investasinya untuk pendidikan dan daerah pedesaan. India juga memperkuat pendidikannya, sehingga bisa memaksa AS bekerja sama dalam bidang nuklir.


"Rata-rata 60% anggaran suatu negara untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan negara. Bagaimana dengan kita, makin terpuruk," ujarnya seraya menambahkan anak-sekolah di AS mulai naik bus sampai pulang dengan bus lagi, plus makan siang di sekolah semuanya gratis dibiayai negara.


Agar tidak terjadi pemborosan dan kebocoran, katanya, penanggung jawab pendidikan nasional harus menganalisis unsur-unsur esensial yang harus dibiayai, sehingga dana pendidikan yang disediakan dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif.


Mesti MK sudah mengabulkan permohonan dana pendidikan harus dikucurkan langsung sekurang-kurangnya 20% tanpa bertahap, diperkirakan pemerintah masih enggan melaksanakannya, katanya.


Sebelumnya, Sekjen Depdiknas Dodi Nandika mengatakan, dalam APBN Perubahan pada Juni mendatang, pemerintah akan mengajukan dana pendidikan sebesar Rp51 triliun lebih terdapat tambahan sekitar Rp15triliun hingga Rp16 triliun. Sementara saat ini alokasi anggaran pendidikan dari APBN sebesar Rp36,7 triliun. (*/cax)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar